tohir78 , Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memberikan tugas khusus kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk menyelesaikan masalah pembangunan dan HAM di Papua .
Tugas itu pertama kali disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra awal bulan ini. Bahkan, kata Yusril, Gibran akan bertugas di Papua.
"Kemungkinan ada kantornya wapres untuk bekerja dari Papua menangani masalah ini," kata Yusril, dilaporkan dalam Laporan Tahunan Komnas HAM 2024 yang diakses melalui YouTube Komnas HAM pada Rabu, 2 Juli 2025.
Namun belakangan Yusril memperjelas pernyataan Gibran yang berkantor di Papua. Ia mengatakan bahwa yang berkantor di Papua adalah sekretariat dan personel pelaksana dari lembaga khusus yang diketuai oleh wakil presiden.
"Jadi bukan wakil presiden akan bertugas di Papua, apalagi akan pindah kantor ke Papua," kata Yusril dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 9 Juli 2025.
Yusril mengungkapkan, pembentukan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua merujuk pada Pasal 68 A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001. Badan ini memiliki tugas melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otsus Papua.
Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua dibentuk oleh ayah Gibran, mantan Presiden Joko Widodo , melalui Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2022. Badan ini dipimpin oleh Wakil Presiden dengan anggota terdiri dari Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, serta satu orang wakil dari masing-masing provinsi di Papua.
Namun demikian, kapabilitas Gibran dalam menangani Papua dipertanyakan. Aktivis kemanusiaan dari Wamena, Papua, Yefta Lengka mengatakan bahwa Gibran tidak memiliki pengalaman menyelesaikan konflik kekerasan. Pendamping pengungsi Nduga ini meragukan kemampuan Gibran dalam menyelesaikan konflik kekerasan antara pasukan militer Indonesia dan kelompok pro-kemerdekaan Papua.
"Gibran masih muda dan perlu banyak pengalaman dalam penyelesaian konflik," kata staf Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua ini saat dihubungi, Jumat, 11 Juli 2025.
Yefta juga meragukan kemampuan Gibran menyelesaikan masalah hak asasi manusia, terutama masalah pengungsian akibat konflik bersenjata antara pasukan militer dengan kelompok pro-kemerdekaan.
Ia menyebutkan ada empat masalah Papua yang ditemukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)—sekarang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)—yang harus diselesaikan oleh Gibran. Empat masalah tersebut adalah sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, diskriminasi terhadap orang Papua, serta kegagalan pembangunan di Papua.
Menurut Yefta, penyelesaian masalah Papua tidak akan efektif dan tidak akan selesai jika Gibran yang memimpin. Ia menilai Prabowo sedang melempar masalah kepada Gibran. Menurutnya, Prabowo seharusnya yang memimpin langsung penyelesaian konflik di Papua. Ia ingin Prabowo menghentikan operasi militer dan lebih mengutamakan dialog antara pemerintah dan kelompok pro-kemerdekaan.
Sebelumnya, Koordinator Pastor-Pastor Papua John Bunay juga meragukan kemampuan Gibran menyelesaikan masalah Papua. Ia mengatakan bahwa Jokowi juga gagal menyelesaikan masalah Papua. Padahal, Jokowi sudah beberapa kali mengunjungi Papua dan memerintahkan mantan Wakil Presiden Ma'ruf Amin menjadi Ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP).
John Bunay mengatakan kinerja BP3OKP tidak memberikan hasil ketika dipimpin oleh Ma'ruf Amin. Kekerasan dan konflik di Papua justru tetap terjadi. Karenanya, John Bunay pesimis bahwa Gibran dapat menyelesaikan masalah Papua.
Namun John Bunay berharap Gibran dapat melakukan sejumlah hal. Yang pertama, Gibran harus membuka dialog terlebih dahulu untuk menyelesaikan konflik Papua. Dialog harus melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, serta Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Ia mengatakan dialog ini penting untuk mengetahui tujuan dan cara Gibran menyelesaikan masalah di Papua.
"Gibran datang membangun kantor tanpa berdialog terlebih dahulu dengan masyarakat, nanti rasanya mubazir," kata John Bunaiy saat dihubungi, pada Rabu, 9 Juli 2025.
Langkah kedua yang harus dilakukan Gibran adalah menciptakan jeda kemanusiaan dengan menarik pasukan TNI dari Papua dan meminta gencatan senjata antara TNI-Polri dan milisi TPNPB-Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Karena itu adalah pemicunya. Gibran mau membuat apa saja juga pasti tidak bisa karena di depan mata mereka masih banyak pengungsi," katanya.
Di samping itu, kata John Bunay, Gibran harus mengubah strategi dalam menyelesaikan masalah Papua. Ia harus menghentikan pendekatan militer dan memberikan kepercayaan kepada gereja untuk menyelesaikan masalah di Papua. "TNI atau Polri yang berbau militer sebaiknya tidak ada," kata John Bunay.
John Bunay juga menyarankan Gibran membuka ruang rekonsiliasi dan mendukung kesepakatan antara pemerintah, masyarakat, dan kelompok pro-kemerdekaan. John Bunay juga meminta Gibran untuk mempercayakan pembangunan Papua kepada pemerintah daerah.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cahyo Pamungkas mengatakan penugasan Gibran ke Papua tidak akan efektif dalam menyelesaikan masalah Papua. Ia menduga pemerintahan Prabowo hanya akan mengikuti tradisi lama dalam menyelesaikan masalah Papua. Pemerintah, kata Cahyo, hanya akan memodifikasi lembaga penyelesaian masalah Papua yang pernah dibentuk pemerintah sebelumnya.
Lembaga yang telah dibentuk untuk masalah Papua antara lain Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) yang dipimpin oleh Wakil Presiden 2009-2014 Boediono. Selanjutnya ada Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang dipimpin oleh Wakil Presiden 2019-2024 Ma'ruf Amin.
Kedua lembaga tersebut fokus menangani masalah Papua. UP4B fokus mempercepat pembangunan dan menyelesaikan masalah hak asasi manusia di Papua. Sedangkan BP3OKP fokus mengakselerasi ekonomi pembangunan. Cahyo mengatakan tidak ada terobosan baru jika Gibran berencana membuat kantor di Papua.
"Saya tidak melihat akan ada terobosan baru dalam penelusuran konflik kekerasan. Mungkin, ya, jika nanti Gibran diberikan keppres hanya akan melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh kedua lembaga tersebut," kata Cahyo saat dihubungi, pada Rabu, 9 Juli 2025.
Tugas Gibran juga ditolak oleh organisasi pro-kemerdekaan Papua. Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menilai mandat Prabowo kepada Gibran hanya sekadar pencitraan saja.
Ketua I KNPB Pusat Warpo Sampari Wetipo menganggap tugas Gibran mengurus masalah di Papua seperti lagu lama yang terus-menerus diputar oleh pemerintah pusat Indonesia.
"Surat keputusan semacam ini membuat rakyat dan pejuang Papua sangat muak dan dianggap sebagai lagu lama yang terus-menerus diputar ulang, seakan-akan pemerintah serius, padahal hanya omong kosong," kata Warpo kepada Tempo , 11 Juli 2025.
Warpo mengatakan, daripada mengirim Gibran menangani Papua, KNPB meminta pemerintah Indonesia membuka dialog yang melibatkan Persatuan Bangsa-Bangsa atau pihak internasional yang dianggap netral dan diterima oleh kedua belah pihak.
Penolakan terhadap Gibran juga disampaikan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mempertanyakan kualifikasi Gibran dalam menangani masalah Papua.
Menurut Sebby, daripada menugaskan Gibran, ia meminta Prabowo membentuk tim di bawah kabinetnya untuk berunding dengan kelompok-kelompok di Papua. Ia mengatakan penunjukan Gibran untuk menyelesaikan masalah pembangunan dan penyelesaian masalah HAM di Papua hanya sebagai pencitraan negara Indonesia di mata dunia internasional.
"Kami menilai penunjukkan Gibran ke Papua sebagai sebuah kesalahan yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam penyelesaian masalah konflik di Papua," katanya, kemarin.
Menurut Sebby, menyelesaikan masalah di Papua bukanlah dengan mengirimkan Gibran ke sana, melainkan Prabowo harus membentuk tim di bawah kabinetnya untuk berunding dengan kelompok-kelompok di Papua. Sebby juga menyatakan bahwa markas pusat TPNPB-OPM bersedia berunding dengan pemerintah Indonesia yang diwakili oleh pihak internasional yang netral dan diterima oleh semua pihak.
Sementara Wakil Presiden Gibran Rakabuming menyatakan siap menjalankan tugas khusus dari Prabowo untuk mengurus Papua. Bahkan, dia tidak menyangkal kemungkinan akan bertugas di Papua. Karena, katanya, tugas ke Papua sudah ada sejak Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
"Sebagai ajudan presiden, saya siap ditempatkan di mana pun, kapan pun, dan saat ini kami menunggu perintah berikutnya," kata Gibran saat diwawancarai dalam kunjungan kerjanya di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu 9 Juli 2025.
Gibran tidak menjawab secara langsung ketika ditanya tentang jadwal keberangkatannya dan mulai tugasnya di Papua. Namun, dia menegaskan siap kapan pun ditugaskan. Bahkan meskipun saat ini keputusan presiden belum keluar, Gibran mengaku siap ditempatkan ke Papua.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi meminta masyarakat tidak memperbesar-besarkan keputusan Prabowo yang menugaskan Gibran untuk mengurus Papua. Prasetyo mengatakan, sebagai wakil kepala negara, Gibran berwenang untuk mengunjungi Papua dalam rangka bekerja.
"Jika (Gibran) mengunjungi salah satu provinsi, terutama Papua, tidak apa-apa juga. Jika perlu, memang seharusnya sering-sering mengunjungi sana. Jadi, tidak perlu dipermasalahkan seolah-olah ada sesuatu," kata Prasetyo saat diwawancarai di Kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, pada Rabu, 9 Juli 2025.
Prasetyo mengatakan penugasan Gibran didasarkan pada Undang-Undang Otonomi Khusus Papua yang mengatur bahwa percepatan pembangunan Papua dikoordinasi oleh wakil presiden. Sehingga ia menganggap bukan hal aneh ketika Gibran akan sering datang ke Papua.
Septia Ryanthie , Hendrik Yaputra , Dani Aswara , dan Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Komentar
Posting Komentar