Pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai Dasar Pendidikan Nasional, Jawaban PPG 2025 Modul 3

Gambar terkait Pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai Landasan Pendidikan Nasional,Jawaban PPG 2025 Modul 3 (dari Bing)

Berikut ini kunci jawaban Modul 3 PPG 2025 dengan soal Filsafat Pancasila dan Pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai Dasar Pendidikan Nasional

tohir78 - Untuk Bapak/Ibu guru peserta Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2025!

Jika anda sedang menyusun jurnal Aksi Nyata pada Modul 3 Filosofi Pendidikan dan Pendidikan Nilai (FPPN) Topik 1: Filsafat Pancasila dan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara sebagai Landasan Pendidikan Nasional di Ruang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), anda akan diminta untuk merefleksikan:

Identifikasi pokok-pokok pikiran Ki Hadjar Dewantara yang secara eksplisit Anda terapkan dalam rancangan pembelajaran ini.

Berikan juga contoh nyata bagaimana penerapan tersebut terlihat dalam kegiatan pembelajaran.

Kunci jawaban Aksi Nyata ini disediakan untuk membantu anda yang mungkin kesulitan mengerjakan tugas tersebut.

Anda dapat menggunakan contoh di bawah ini sebagai referensi untuk merumuskan refleksi dan contoh konkret dari rencana pembelajaran Anda.

Tindakan Nyata - Filsafat Pancasila dan Pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai Dasar Pendidikan Nasional

Apa saja pokok-pokok pikiran Ki Hadjar Dewantara yang secara eksplisit Bapak/Ibu terapkan dalam rancangan pembelajaran ini? Berikan contoh bagaimana penerapan tersebut dalam kegiatan pembelajaran.

Kunci Jawaban:

Beberapa pokok pikiran Ki Hadjar Dewantara yang saya terapkan adalah:

1.Pendidikan budi pekerti

Contoh penerapan dalam pembelajaran:

Dalam melaksanakan tugas proyek pengukuran tinggi benda dengan Clinometer harus melaporkan hasil pengukuran yang objektif (kejujuran).

Dalam menyelesaikan proyek, setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas perannya masing-masing. Jika ada satu orang saja yang tidak bertanggung jawab terhadap tugasnya, maka hasil produk dari proyek tersebut tidak akan tercapai (tanggung jawab).

Dalam pelaksanaan proyek mengukur tinggi benda dengan clinometer dilakukan secara kelompok yang menuntut kerjasama dari semua anggota kelompok tersebut (kerjasama).

Dalam melaksanakan proyek, harus memperhatikan dan menghargai waktu agar proyek dapat dikerjakan sesuai waktu yang telah ditentukan (kedisiplinan).

Siswa juga diminta untuk memahami dan menghargai pendapat setiap anggota kelompok dalam memilih dan merencanakan pelaksanaan proyek (empati).

Hasil karya proyek mengukur tinggi benda dengan clinometer dipresentasikan sehingga peserta didik dituntut untuk berani menyampaikan pendapatnya di depan kelas (keberanian).

2. Trisakti Jiwa (Karsa, Cipta, dan Rasa)

Contoh penerapan dalam pembelajaran:

Dalam proyek mengukur tinggi benda dengan Clinometer, siswa diberi kebebasan untuk memilih objek apa pun yang ada di sekitar sekolah untuk diukur (Cipta).

Kemudian merancang sendiri skenario penyelesaian dan susunan penyajian hasil proyek (Karsa), lalu menyajikannya dengan cara dan bentuk penyajian yang sesuai dengan keahlian dan menyentuh emosi mereka (rasa).

3. Konsep "Ing ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani"

Contoh penerapan dalam pembelajaran:

Dalam membuka kegiatan pembelajaran, saya menjadi contoh (Sung Tulodo).

Saat mengerjakan proyek saya sebagai fasilitator yang mendampingi mereka (Mangun Karso) dan mendorong mereka untuk kreatif dan mandiri dalam penyelesaian proyek (Tut Wuri Handayani).

4. Mendidik Sesuai dengan Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

Contoh penerapan dalam pembelajaran:

Dalam pembelajaran membuat berbagai macam bahan ajar yang sesuai dengan gaya belajar mereka, memanfaatkan lingkungan sekolah untuk pembelajaran sekaligus menunjukkan kepada peserta didik bahwa matematika bukan hanya teori saja tetapi dapat diterapkan dalam dunia nyata, sehingga sesuai dengan kodrat alam yang dimiliki peserta didik.

Hasil produk dari penyelesaian tugas proyek disajikan sesuai dengan bakat dan minat mereka, yaitu dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, karena saat ini peserta didik tidak dapat dipisahkan dari dunia digital dan teknologi sesuai dengan kodrat zaman peserta didik.

5. Prinsip Trikona

Contoh penerapan dalam pembelajaran:

Saya membimbing peserta didik dengan perencanaan dan pengembangan yang berkelanjutan, menyatu dengan alam atau lingkungan, membentuk budi pekerti seperti mandiri, tanggung jawab, dan kemandirian secara terus-menerus (kontinyu).

Menyediakan berbagai bahan ajar serta memberi kebebasan kepada peserta didik untuk menggunakan berbagai sumber belajar, tidak harus yang disediakan oleh guru (Konvergen).

Dalam pembelajaran materi dimulai dari yang sederhana kemudian baru mengajarkan ke materi di level atasnya (Konsentris).

Kunci Jawaban Alternatif:

Dalam rencana pembelajaran yang saya susun, saya secara eksplisit menerapkan tiga pokok pikiran utama Ki Hadjar Dewantara:

  1. Tujuan Pendidikan (Membebaskan dan Mengembangkan Potensi Alami Anak)
  2. Peran Guru (Trilogi Pendidikan)
  3. Prinsip Pembelajaran (Berpihak pada Anak dan Berbasis Budaya/Kontekstual)

Berikut contoh nyata penerapannya dalam kegiatan pembelajaran:

1. Tujuan Pendidikan: Melepaskan dan Mengembangkan Potensi Alami Anak

Saya menerapkan tujuan ini dengan memberikan kebebasan berekspresi dan memilih metode belajar kepada siswa, sesuai dengan kodrat alam (bakat dan minat) serta kodrat zaman (keterbiasaan dengan teknologi) mereka.

Contoh Penerapan: Dalam proyek teks prosedur, alih-alih semua harus menulis di buku, siswa diberi pilihan untuk membuat video tutorial, diorama, atau poster infografis. Ini mengakomodasi kecenderungan kinestetik dan digital siswa yang mungkin tidak unggul dalam menulis, tetapi terampil dalam teknologi.

Tujuannya adalah agar mereka dapat menunjukkan pemahaman materi melalui cara yang paling nyaman dan sesuai dengan potensi unik mereka, sehingga merasa bebas dalam belajar.

2. Peran Guru: Pembimbing dan Teladan (Trilogi Pendidikan)

Saya mengintegrasikan tiga peran guru ini dalam interaksi dan fasilitasi pembelajaran.

Ing Ngarsa Sung Tuladha (Di Depan Memberi Teladan):

Contoh Penerapan: Dalam pelajaran Pancasila tentang Sila 1 (Ketuhanan Yang Maha Esa), saya secara eksplisit menunjukkan sikap toleransi dan rasa hormat terhadap keberagaman agama saat memandu diskusi tentang cara bersyukur.

Saya juga memulai kelas dengan berdoa bersama dan menyambut siswa dengan ramah, memberikan contoh mengenai etika dan spiritualitas.

Ing Madya Mangun Karsa (Di Tengah Membangun Semangat/Kemauan):

Contoh Penerapan: Ketika siswa berdiskusi dalam kelompok atau menghadapi kesulitan dalam proyek, saya tidak langsung memberikan jawaban.

Saya memandu dengan pertanyaan reflektif seperti, "Apa yang kalian amati?", "Bagaimana cara mengatasi masalah ini?", atau "Bagaimana jika kita coba cara lain?".

Pertanyaan ini memicu pemikiran kritis dan mendorong inisiatif mereka sendiri. Untuk siswa yang pendiam, saya memberinya peran spesifik (misalnya pencatat ide atau operator proyektor) dalam kelompok kecil agar ia merasa berdaya dan berani terlibat.

Tut Wuri Handayani (Di Belakang Memberi Dorongan):

Contoh Penerapan: Setelah siswa menyelesaikan proyeknya, saya memberikan umpan balik yang membangun dan spesifik mengenai usaha mereka, bukan hanya hasilnya.

Saya juga mendorong mereka untuk berani membagikan karya atau komitmennya (misalnya, di "Pohon Kebaikan"), bahkan jika awalnya hanya kepada satu teman atau saya sendiri, secara bertahap mendorong mereka keluar dari zona nyaman.

3. Prinsip Pembelajaran: Berpihak pada Anak dan Berbasis Budaya/Kontekstual

Seluruh rancangan pembelajaran dirancang agar siswa menjadi subjek aktif dan materi dikaitkan dengan konteks kehidupan mereka.

Contoh Penerapan:

Berpihak pada Anak: Kegiatan "Kertas Rasa Syukurku" (Pancasila) secara langsung meminta siswa untuk merefleksikan pengalaman spiritual pribadi mereka, bukan hanya menghafal teori. Ini menjadikan pembelajaran sangat personal dan relevan.

Berdasarkan Budaya/Kontekstual (Kodrat Alam dan Zaman): Dalam proyek teks prosedur, siswa menulis tentang aktivitas yang akrab bagi mereka (misalnya, cara membuat jus) atau konteks lingkungan (misalnya, cara merawat tanaman di rumah).

Pemanfaatan gadget dan media sosial juga sesuai dengan kodrat zaman mereka.

Dengan menerapkan konsep-konsep ini secara eksplisit, saya bertujuan menciptakan pembelajaran yang bermakna, relevan, dan memberdayakan setiap peserta didik agar tumbuh menjadi individu yang mandiri dan berkarakter.

Kunci Jawaban Alternatif:

Dalam rencana pembelajaran yang saya susun, saya secara eksplisit menerapkan pokok-pokok pikiran Ki Hadjar Dewantara sebagai berikut:

1. Pendidikan sebagai proses melepaskan kemerdekaan

Pikiran Utama: Pendidikan harus membebaskan jiwa, pikiran, dan tubuh peserta didik.

Penerapan:

Saya menerapkan prinsip ini melalui pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dan pembelajaran kontekstual.

Contoh: Dalam tema lingkungan, saya mengajak siswa untuk mengamati masalah sampah di sekitar sekolah, kemudian mereka membuat kampanye lingkungan melalui poster dan video pendek. Mereka bebas memilih peran sesuai minat, seperti ilustrator, penulis, atau narator. Ini memberi ruang untuk berpikir mandiri, berkreasi, dan bertanggung jawab terhadap hasil kerja kelompok.

2. Tri-N (Niteni, Nirokke, Nambahi)

Pikiran Utama: Pembelajaran harus berlangsung secara bertahap: mengamati, meniru, lalu mengembangkan.

Penerapan:

Saya menggunakan strategi bertahap dalam membangun keterampilan dan pengetahuan peserta didik.

Contoh: Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, saat mengajarkan teks fabel:

Peserta didik mengamati teks fabel yang saya bacakan,

Kemudian mereka meniru dengan menulis ulang cerita yang serupa dengan alur yang berbeda,

Akhirnya mereka menambahkan (mengembangkan) cerita tersebut dengan karakter dan nilai moral buatan sendiri.

3. Konsep "Tut Wuri Handayani"

Pikiran Utama: Guru berada di belakang untuk mendorong dan mendukung peserta didik.

Penerapan:

Saya lebih berperan sebagai fasilitator daripada pemberi informasi.

Contoh: Dalam pembelajaran kelompok, saya membimbing peserta didik menyusun rencana kerja, memberi pertanyaan pemantik, dan mendampingi saat mereka mempresentasikan hasil. Saya tidak mendikte, tetapi memberi masukan reflektif setelah mereka mencoba dan belajar dari kesalahan.

4. Pendidikan yang sesuai dengan kodrat alam dan zaman

Pokok Pikiran: Pendidikan harus sesuai dengan perkembangan peserta didik dan zaman mereka hidup.

Penerapan:

Saya mengintegrasikan teknologi dan isu-isu terkini dalam pembelajaran.

Contoh: Dalam tugas menulis teks prosedur, peserta didik membuat tutorial video pendek di platform digital (misalnya cara membuat makanan tradisional), lalu membagikannya melalui Google Classroom. Hal ini membuat pembelajaran relevan dengan dunia digital yang mereka hadapi sehari-hari.

5. Membentuk sikap dan perilaku yang baik

Gagasan Utama: Pendidikan tidak hanya melatih kecerdasan, tetapi juga membentuk kepribadian dan akhlak.

Penerapan:

Saya menanamkan nilai seperti empati, tanggung jawab, dan gotong royong dalam kegiatan belajar.

Contoh: Dalam kegiatan diskusi kelompok, saya menekankan pentingnya menghargai pendapat orang lain dan membagi tugas secara adil. Refleksi harian digunakan untuk mengevaluasi sikap diri terhadap teman dan lingkungan.

Dengan mengintegrasikan pokok-pokok pikiran ini ke dalam pembelajaran, saya berupaya menjadikan kelas sebagai ruang tumbuh yang bermakna, membebaskan, dan membentuk karakter, sesuai dengan semangat pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

*) Penyangkalan: Kunci jawaban Aksi Nyata Filsafat Pancasila dan Pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai Dasar Pendidikan Nasional dalam artikel ini hanya sebagai referensi bagi guru yang mengikuti PPG 2025 untuk mengerjakan di Ruang GTK.

Beberapa kunci jawaban merupakan hasil olahan AI sehingga bapak/ibu guru perlu melakukan modifikasi.

(tohir78/ Tribunnews.com/Sri Juliati (Diperbaiki dengan bantuan AI)

Komentar